Free Tail- Heart 1 Cursors at www.totallyfreecursors.com
"au ho": 2013

Jumat, 20 Desember 2013

Padangsidimpuan Is My Town





Akan kurangkai semua kata cinta
Yang ada di kotaku
Dan kujadikan seikat kembang
Agar kau tahu semua isi hatiku

Kotaku,
Kurindu siangku saat kau teduhkan jiwaku yang letih
Kurindu malamku saat kau mengajakku dalam mimpi

Seandainya aku dapat menulis namamu
Kan kutulis di bintang agar semua orang tahu
Ku sungguh mengagumimu
Jangan terbersit dipikiranmu
Tuk menghancurkan nama baik kotaku
I Love Padangsidimpuan always

Saat Melupakanmu





Tetesan embun menetes saat kelam jiwaku
Bayang indahmu selalu saja hampiri relung kalbuku
Terkesibak batinku
Karna ragamu telah berakhir di batinku

Kuingin kau tahu
Betapa kumenyayangimu
Masih terbersit rindu
Juga untaian harapan dariku padamu

Tetapi,
Seketika kuterbangun
Dari kilasan mimpi tidurku
Karna kau bukan milikku
Begitu sakit melupakanmu
Saat kuberusaha lari dari kejaran bayangmu
Tetap saja kenanganmu tak terhapus

Kamis, 19 Desember 2013

Aku Adalah Hijaber Bukan Jilbaber





Terasa tetesan air mata mulai mengalir
Akupun terdiam tertegun sedih
Tak terduga semua kan sepedih ini
Apakah semua cinta masih ada untukku nanti?

Malam kian larut, bintang terus saja menaburi biasan cahayanya, menerangi indahnya malamku, dinginnya angin juga terus membelai tubuhku, saat sajak-sajak puisi kutuang dalam pikiranku. Aku mulai mengisi cerita di buku harianku tentang apa yang terjadi padaku, seakan-akan waktu leluasa berlalu dihadapanku. Jika saja kuingat masa laluku, ingin rasanya ku kembali ke sana dan perbaiki segalanya. Tapi itu sungguh mustahil terjadi, karna semua sudah berlalu.
Flashback masa laluku, sungguh masa-masa yang tak patut untuk diceritakan, tak layak untuk diperdengarkan, karna masa lalu yang begitu buruk. Jika orang bertanya, apa agamamu? Dan aku menjawab Islam, rasanya batin ini menolak. Sebab Islam itu hanya formalitas KTPku saja, tak ada yang luar biasa dari Islam yang kugenggam selama ini.
Islam, ya aku tahu agama yang penuh cinta damai. Tetapi, masa-masa dulu itu tak sedamai hati dan pikiranku. aku mengenal rukun Islam, dan aku bahkan mengetahuinya. Mengucap dua kalimat syahadat, ya aku tak pernah mengucapkanya, karna rukun Islam yang kedua, yaitu shalat lima waktu juga tak pernah kulaksanakan, puasa satu bulan penuh kutinggalkan. Aku puasa di rumah, sahur bersama keluarga, tetapi di luar aku sudah membatalkan semuanya.
Rasanya begitu kejam diri ini terhadap agama sendiri. Belum lagi aku yang seorang muslimah, tidak menutup aurat. Baju yg dipakai pun seperti baju yang layaknya memberikan hawa nafsu kepada laki-laki saja. Tangisku tersadar ketika kuingat kembali masa-masa suramku di masa lampau yang begitu buruk.
Ketika hari yang indah mengganggu jiwaku, semuanya menjadi berubah lebih baik. Di hari itu aku merasakan indahnya sebuah agama Islam yang selama ini kuanggap hanya formalitas semata saja. Tapi itu dulu, sekarang sudah tidak lagi.
Di hari itu, aku berjalan pulang dari pasar sendirian hanya ditemani dengan barang-barang belanjaanku saja. Tiba-tiba, ada seorang ibu berjilbab menggendong anaknya meminta sumbangan padaku, karna kedua tanganku penuh dengan belanjaan, aku jadi malas mengambil uang.
“Nak, minta sumbangannya?”
“Maaf ya bu.”
“Pasti kamu malas mengambil uangmu kan nak untuk ibu, karna tidak mungkin dengan belanjaan sebanyak ini, uang kamu tidak ada. Semoga Allah swt memberikan karunianya selalu untukmu nak, karna ibu yakin, kamu adalah anak yang baik.”
“Kenapa Ibu berkata demikian? saya kan tidak memakai jilbab seperti Ibu. Kenapa Ibu juga malah mendoakan saya, kan Ibu tidak saya beri apa-apa.”
“Tidak perlu dengan jilbabmu nak, Ibu tahu binar matamu itu kamu adalah seorang muslimah. Jadi seorang muslimah itu tidak sulit nak, dan jangan juga dipermudah, tidak perlu jadi jilbaber tapi cukup berhijab dan menutupi dada. Jika kamu berhijab dan menutupi auratmu, yakinlah kamu akan tercegah dari segala yang menjerumuskanmu ke arah yang menyangkut dengan dosa, dan akan mengantarkanmu ke arah yang menyangkut dengan pahala. Kamu harus tahu nak, satu kebaikan yang kamu kerjakan akan mendapat imbalan sepuluh kali pahala. Sesama muslim sudah seharusnya kita tuk saling mendoakan.”
Sang Ibu kemudian menunduk lalu meninggalkanku di tengah keramaian orang, kemudian ketika kumelihat ke belakang sang ibu tersebut sudah menghilang entah kemana. Aku tertegun terdiam akan semua kata-kata yang diutarakan sang Ibu tersebut.
Sesampainya di rumah, aku langsung mencari-cari buku tuntunan shalat, aku mengingat kembali apa yang telah diajarkan padaku di masa sekolah madrasah dulu. Aku kemudian mandi wajib, kuhapal niatnya dengan seksama, dan setelah itu langsung kuberwudhu.
Di saat itu masih jam setengah lima sore, aku mulai dengan shalat ashar. Aku masih teringat akan kata-kata si ibu siang itu, orangtuaku tak pernah mengatakan hal demikian, kenapa harus orang lain yang menyadarkanku, aku tak tahu harus bagaimana lagi. Tapi satu yang kutahu, Allah swt akan selalu memberi kesempatan kepada hambanya yang mau bertobat. Allah swt selalu memaafkan umatnya yang benar-benar meinta maaf dan yakin tak akan mengulanginya lagi.
Sejak saat itu aku mulai berhijab, awalnya agak berat, tapi kuterus coba. Walau banya teman-teman yang iseng, ada yang bilang kalau aku ini adalah setan yang tobat, kafir baru dapat hidayah. Tetapi aku tak peduli akan semua itu, karna semua ini aku lakuin karna dorongan dari diriku sendiri, dan juga karna Allah swt.
Tak terasa hijab ini telah menemaniku selama setahun, aku merasa dia adalah sahabat terindah yang selalu setia menemani hari-hariku di dunia ini. Tak lupa juga bukena selalu kubawa di tas jika ku bepergian, sebab aku merasa untuk apa tampil dengan seribu macam gaya, untuk apa berdandan cantik-cantik tapi jiwa dan hati ini tak dihiasi dengan ibadah shalat. Aku juga mulai mengganti puasa-puasa yang dulu sudah sengaja kutinggalan, tetapi aku selalu berniat untuk menganti semuanya.
Ya Allah terimakasih atas apa yang sudah Kau berikan padaku, tak kukira semua apa yang Kau berikan begitu indah. Hijab telah memberiku banyak karunia. Aku juga merasa apa yang kukerjakan tidak ada yang berlalu sia-sia lagi.
Cinta karuniamu mengantarkanku ke lembah kebaikan
Hidayahmu menjauhkanku dari lubang kemaksiatan
Sungguh besar perubahan yang Kau hantarkan ke dunia
Hingga diriku tak mampu lagi bersajak
Itulah satu bait puisi yang kuutarakan malam ini, ditemani dengan ribuan bintang dan malam ini sungguh indah karna ada sang rembulan yang mulai tampak dari gumpalan awan yang dari tadi hanya mengintip.
Ya Allah, Subhanallah akan apa yang telah Kau ciptakan untukku, kedua orangtua yang sangat baik telau Kau berikan, dan juga karunia-karunia lain Alhamdullilah. Syukurku akan tetap untuk-Mu, karna Kaulah segalanya bagiku. Kau membuat hidupku menjadi lebih hidup.
Kau menyadarkanku dari pahitnya dunia kegelapan, Kau mencerahkan duniaku, Kau juga telah membuka pintu-pintu kebajikan, mempeluas jalanku, mempermudah langkah-langkahku. Kau juga telah berikan beraneka ragam nikmat kebaikan, rahmat dan karunia untukku menuju surga-Mu.
Kau tak pernah menuntutku, tetapi Kau menuntunku ke arah yang lebih baik. Hijab, aku yakin kan terus membawamu di kepalaku sampai menutupi dadaku, agar tak ada laki-laki yang hanya melihatku dengan nafsunya saja. Tapi melihatku karna benar-benar cinta yang sesungguhnya. Cinta karna Allah swt. Amien.

           

Rabu, 01 Mei 2013

KETERBATASAN KAMI BUKAN UNTUK DISALAHKAN




Mungkin sebagian orang menilai manusia dari segi negatifnya saja, mungkin juga hanya dengan sebelah matanya saja. Tapi terkadang dia tak tahu sosok kami itu seperti apa, kami sosok yang tak akan pernah kau jumpai lagi selama hidupmu, kami orang-orang yang punya arti.

Berawal dari kisah Sipirok yang mengalami tragedi menyakitkan, terbit lagi kisah lebih tragis yang kami jumpai di Prapat. Air matapun tak sanggup untuk menceritakan lembaran demi lembaran kisah kami yang membuncah sampai ke batin ini.

“Oke, kami jadi berangkat ya ke Prapat, kami 2 mobil,satu mobil pribadi, satunya lagi taxi, ini sudah pasti.” Kudengar suara teman yang lagi menelpon.

Singkat cerita di saat hari yang ditentukan untuk berangkat, ternyata si dosen tidak tahu kelas kami akan ikut bersama ke Prapat. Padahal kami sudah sampaikan dengan kelas lain yang akan berangkat juga ke sana .Sebenarnya mereka gak menyampaikan atau bagaimana ya? Kami memang tidak memikirkan hal itu, ya sudahlah yang jelas kami jadi berangkat.

Malam pun tiba, mobil kami pun segera meluncur ke arah Prapat yang juga satu arah dengan rumah si dosen. Hampir tiba kami di sana, astagfirullah sakitnya hati kami ketika sms datang yang mengatakan kalau mereka sudah berangkat lebih dulu. Jadi kami ini apa? Kami ini kan juga her students. Seolah-olah kami ini ditelantarkan begitu saja, tidak ada tanggung jawab sama sekali.

Kami pun tetap berlapang dada menerimanya. Kami terus lanjutkan perjalanan kami ke Prapat. Setibanya di sana, angin berhembus begitu menusuk tulang-tulang kami. Ku lihat wajah kawan-kawan yang sungguh penat. Ada yang tidur, ada juga yang mandi. Setelah shubuh kami semua sudah siap untuk segera makan.

Kemudian datanglah sms si dosen yang mengatakan kami disuruh datang ke mess pemda. Kami pun berangkat, tapi apa yang kami dapat, kami malah tersesat. Huft, kami sudah lapar tapi beginilah yang datang. Akhirnya kami jumpa juga dengan si dosen itu. Lalu kami lihat pamflet MESS PEMDA TAPUT. Dasar dosen ini memang bukannya ngasih informasi yang lengkap.

Kami makan bersama-sama, di saat kami makan, kami heran kenapa manusia-manusia yang bukan dari kelas kami itu berhilangan begitu juga dengan si dosen. Datang lagi sms yang katanya.

“Kami duluan ke Tomok, mobil kalian gak nampak sudah ditunggu-tunggu, kalian naik kapal selanjutnya nanti jam 12.”

What’s this? Jadi kami memang gak diinginkan lagi ya? Dimana sih tanggung jawab seorang dosen di sini? Singkat sms kami balas “Terimakasih ya Bu atas perhatiannya.”

Air mata kawan-kawan pun tak tertahan lagi, hati tertatih, jiwa ini lara tak menentu. Batin melawan, tapi tak mampu. Kebersamaan tetap menjadi obat kami untuk jalani kisah menyakitkan ini.

Kami pun mencari kapal yang melaju ke Tomok, walau bukan dengan mobil kami yang harus ikut. Kami tetap berusaha. Usaha kami pun membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Tapi semua tidak berhenti di situ, masih banyak lagi tragedi.  Kata-kata sms kami ternyata membangkitkan gemuruh di hati si dosen untuk mengetahui siapa yang ternyata yang mengirim sms tersebut.

Di Tomok kami berusaha keras agar tugas kami cepat selesai. Tugas yang belum ada titiknya ini, yaitu talking with tourism. Setelah tugas kami jalani. Kami pun mengobati pikiran kami dengan jalan-jalan berikut sekalian cuci mata untuk membelioleh-oleh.

Di tengah pasar Tomok, kulihat si kawan yang sepertinya tak asing lagi. Oh no, kawan-kawan ku lihat sedang dimarahi si tukang jualan. What’s happened? Ternyata hanya gara-gara si kawan menanyakan produk jualannya, tapi tidak membelinya. But, kata si tukang jualan, mereka sudahmenawar tapi malah tidak beli. Dasar tukang jualan gila. Kasihan banget kawan-kawanku malah ditengok-tengokin orang yang berlewatan. Sabar ya sob. ^_^

Ceritanya tidak selesai sampai di situ. Masih ada lagi kawan-kawan yang katanya melihat si dosen di sana, tapi malah mereka sengaja cuekin, dan adajuga yang sampai ngebelakangi si dosen ya memang karna faktor tak sengaja. Tapi setelah dipikir-pikir tuh dosen memang pantas kok dicuekin.

Matahari semakin panas, tanda hari sudah siang. Perut pun sudah minta untuk segera diisi. Kami pun pulang kembali ke Prapat dengan kapal. Sampai di Prapat kami pun makan bersama-sama lalu segeralah pulang.
Di perjalanan cobaan tak henti datang. Kabut mengiringi perjalanan kami hingga jalan pun tak kelihatan. Sampai-sampai roda mobil kami masuk lubang yang cukup dalam. Semua panik, tak tahu harus bagaimana. Kami lap kaca mobil, tapi kabut terus datang. Jalan terakhir kami buka semua kaca jendela mobil, dan akhirnya kabut pun lama-lama menghilang dari kaca mobil.

Kami melanjutkan perjalanan pulang, sampailah kami di rumah masing-masing dengan selamat. Alhamdulillah.
Cerita belum usai, masih berlarut-larut sampai dikampus. Wajah masam kami ternyata membuat si dosen agak tak nyaman dengan keadaan kami tersebut. Ya namanya juga kami ini manusiawi, insan biasa yang mempunyai sifat gejolak amarah.

Setelah pelajaran usai, si dosen malah menyuruh tiga dari teman-teman di kelas untuk bicara dengannya. Katanya dia minta maaf dan minta dihargai layaknya manusia.

What’s up? Kami juga manusia, toh kami gak dihargai. Hargailah orang terlebih dahulu agar dirimu dihargai. Kau dosen, pasti pernah jadi seorang mahasiswa, mana sikap kedewasaanmu. Minta maaf juga bukan diwakilkan. Penat hati kami belum terhapus jika masalah ini belum clear.

Kami mengetahui kau memang sudah strata dua, tapi bukan berarti kau bersifat ego, jika sesuatu terjadi pada kami, dirimu pun dibayar tidak cukup untuk itu. Berwibalah dan milikilah tanggung jawab sebagai seorang dosen, kami seperti ini karna tugasmu juga. Kami tak mengeluh, kami kerjakan dengan baik. Tapi apa bisakah rasa kemauan yang tinggi dan usaha kerjakeras kami kau hargai.

Kami memang mempunyai hal-hal yang terbatas, kam isadar ilmu kami belum ada bandingannya dengan yang kau punya. Karna kami masih peserta didik. Tapi keterbatasan kami bukan untuk disalahkan. Tapi ingat suatu saat, kau belum tentu lebih baik dari kami.

Kamis, 04 April 2013

PULANG UNTUK MENANG



Aku dan kawan-kawanku bukan siapa-siapa, kita tidak ada yang bertahta tinggi, kita tak tak yang memiliki sejuta keistimewaan, dan kita juga tak selalu bisa mendapatkan apa yang kita inginkan. Inilah kisah yang kualami dengan kawan-kawan seperjuanganku. Kisah yang hanya hitungan jam itu membuat kesan yang sangat pahit, dan kurasa merupakan kisah yang tak akan pernah kami lupakan selama kami singgah di dunia ini.

Sebelumnya, aku dan kawan-kawanku diberikan tugas oleh sang dosen, tugas yang menurut kami sangat berat. Tapi, apapun itu kami tetap mengusahakan untuk bisa menyelesaikan tugas kami dengan sebaik mungkin. Tugas itu adalah berbicara dengan orang asing, dan harus ada bukti dokumentasinya bahwa kami telah berbicara dengan orang asing tersebut.

Singkat cerita, kami pergi ke wilayah ataupun daerah yang katanya merupakan tempat penginapan tourism. Kami ke sana dengan dua mobil yang telah kami sewa sebelumnya. Di perjalanan kami belum merasakan hal-hal yang pahit dan tidak mengenakkan. Masih ceria, penuh dengan tawa dan bercanda hebat. Hingga tibalah kami ditujuan.

Setiba di sana kami mulai memasang wajah penuh dengan kegembiraan lagi, sebab kawan-kawan seperjuangan masih banyak yang belum pernah ke tempat ini sebelumnya. Itu wajar-wajar saja. Karna tempatnya begitu sangat sejuk, asri dan indah. Kami berfoto, ada yang lari sana-sini, dan masih banyak lagi.

Hingga senja pun mulai terasa, turis baru datang dua orang, sementara kami begitu banyak, dan tak mungkin jika kami harus berbicara dengan dua turis ini saja. Kemudian, hampir malam gerimis menghujan lumayan deras. Oh no, semua wajah kawan-kawan mulai tampak lemas, ada yang kedinginan, ada yang kelihatan murung dan masih banyak lagi. Lalu datanglah satu bus pariwisata membawa rombongan turis sekitar sepuluh orang. Tapi, sebagian turis ada yang ramah dan banyak juga yang takut melihat rombongan kami.

Malam pun tiba, kami istirahat sejenak menunggu keluarnya turis-turis dari kamar hotel mereka. Kami beristirahat satu di kamar hotel juga yang sudah dipesan teman kami sebelumnya. Suasana di kamar sangat ramai, wajar saja karna jumlah kami juga lewat dari duapuluh orang. Aku duduk bersandar di tempat tidur dengan wajah pucat kedinginan dan pikiran yang sudah sangat kalut tak tahu harus bagaimana lagi.

Tiba-tiba satu kawanku kedinginan, gemetaran, dan entah kenapa suasana pun jadi sangat panik, kawanku yang lain memberi makan kepadanya tapi tetap saja kawanku tersebut masih kedinginan tak menentu, suaranya tiba-tiba keras melengking seperti ada yang akan memasuki tubuhnya, suasana ricuh, ada yang panik, ketakutan dan aku juga gak tahu apa lagi yang harus kulakukan, kumenangis melihat kejadian yang ada di depan mataku itu. I see that direct, God, please help us. Kata-kata dalam hatiku hanya doa dan doa, begitu juga yang kulihat dengan kawan-kawanku.

“Aku bisa merasakan mereka di sini, mereka gak suka dengan kedatangan kita, iya, kami baik-baiknya ke sini, pulanglah kami, tolong jangan ganggu kami, iya pulang kami, pulang pun kami.” Begitulah kata-kata yang terlontar dari kawanku yang kelihatan panik. Ya kawanku yang satu ini memang punya indera keenam yang cukup tahu tentang hal-hal yang ghaib. Dengan segala cara yang kami lakukan bersama-sama si kawan pun kembali membaik, tapi masih sangat lemas.

Kumelihat si dosen yang memberi kami tugas jadi seperti ini datang dengan wajah yang cukup panik. Aku merasa sepertinya ini menjadi senjata makan tuan baginya. Tapi ya sudahlah, semua sudah kejadian, hampir semua kawan-kawan sudah meminta untuk cepat-cepat pulang dari TKP. Kami pun segera bergegas dan langsung naik ke mobil. Di mobil wajah kawan-kawan tampak sangat kusut seperti kain yang sudah lama tidak disetrika.

Kami pun pulang dengan rasa kecewa dan kesal tak menentu. Semua sulit kami utarakan dengan kata-kata. Biarlah waktu yang menjawab semua pahit yang kami rasakan ini. Aku tahu, ini bukan semua perlombaan dan kompetisi untuk kami. Walau tugas yang sesuai dengan persyaratan tak dapat kami selesaikan dengan baik. Tapi, kami yakin kami sudah melakukan yang terbaik untuk ini semua. Tugas tak siap bukan berarti kami kalah, bukan berarti kami menyerah. Kami tahu ini bukan akhir dari dunia kami. Kesuksesan masih menyambut kami di luar sana.

Ketahuilah kawan-kawanku bahwa kita itu hebat, kita bisa bersama-sama dalam kepahitan yang kita rasakan dan kita juga masih bisa menampakkan senyum indah, walau sebenarnya miris hati kita, buyar rasanya pikiran kita. Tangisan dalam hati ini kan jadi saksi kekecewaan yang tak akan pernah kita lupakan.

Tetapi, semua sudah terjadi. Tak ada yang perlu kita sesalkan. Kebersamaan ini tak akan pernah terulang lagi, dan akan menjadi memo yang sukar untuk kita lupakan dalam hidup kita. Ambil sisi positifnya saja, ikhlaskan hati kita untuk menerima semua yang telah terjadi dihadapan kita. Syukurkan segalanya karna kita masih diberi keselamatan. Dengan bersyukur dan mengingat-Nya, batin kita pun bisa lebih tenang. Walau kita pulang dengan rasa haru duka. Tapi ketahuilah kita ini pulang untuk menang.

KEEP SPIRIT ALL MY FRIENDS… ^_^

Minggu, 24 Februari 2013

KITA





Tok, tok, tok! Terdengar suara pintu dari luar. Winy pun si pemilik rumah segera berlari membukakan pintu. Ternyata sahabat Winy sudah menunggu di luar. Joy dan Febri adalah sahabat Winy sejak SMP. Entah sebab apa dan entah kenapa mereka bisa dekat serta akrab hingga sekarang. Padahal mereka sudah gak satu sekolah lagi. But, itulah sahabat, mau dekat atau jauh, mau kaya atau miskin, pengertian dan rasa kepedulian antara persahabatan yang dijalin Winy, Joy, dan Febri berbuah kemanisan yang indah. Hingga orang-orang bisa iri melihat keakraban dan juga kekompakan yang mereka bina. Udah kayak rumah tangga aja dibina. Sekarang mereka bertiga duduk di bangku SMA. Walau tidak di SMA yang sama, tapi ketiga sahabat ini selalu saja bersama-sama.
“Lama banget sih Win!” kata Joy memulai percakapan.
 “Iya nih, ngapain aja sih di dalam?” tambah Febri.
“Lagi rapat, emangnya kenapa?” Winy membela.
“Rapat apa Win?” kata Joy sambil tersenyum. “Rapat di kamar mandi, puas! Udah yok, katanya tadi mau jalan-jalan.”

Oke, let’s go.” Serentak Joy dan Febri.
Mereka bertiga ini memang paling senang yang namanya jalan-jalan sore. Walaupun cuma bertiga, tapi suara mereka yang ribut-ributnya bukan main terasa bagai yang sekitar belasan orang.
Sebenarnya Joy adalah tetangganya Winy, dari kecil mereka berdua memang sudah bersahabat. Tapi setelah masuk SMP persahabatan mereka lebih dekat. Kemudian hadirlah sosok Febri yang membuat persahabat itu menjadi lebih terlihat lengkap.
Now, mari kita lihat bagaimana tentang mereka dan apa sebab yang bisa membuat mereka sedekat itu. Kedekatan mereka itu bagai saudara seayah seibu. Mereka juga menganggap kalau mereka itu memang saudaraan.
Winy, cewek yang satu ini super egois. Ini dia sifat buruk yang dimiliki Winy. Next, Joy, kalau yang ini super angkuh. Dilihat dari gerak-gerik, wajahnya, dan cara bicaranya. Finally, Febri, sensitif banget. Lebih-lebih kalau lagi punya masalah, jangan dicakapin deh. Bisa-bisa meledak. Memang sifat buruk yang mereka miliki gak ada yang sama. But, kekompakan mereka karna mereka sama-sama memiliki sifat setia berteman, peduli dalam apapun, dan selalu berbagi. Winy, Joy, dan Febri itu sahabat sejati, susah sama-sama, senang juga sana-sama. Salut deh lihatnya.
***
Sekarang ketiga sahabat itu sudah berada di jalan, ya biasalah namanya juga anak muda kalau udah sore pasti kerjaanya jalan-jalan. They say sih untuk mengusir kejenuhan. Kadang kan sekolah satu hari suntuk belajar terus. Ya bisa dibilang seperti refreshing otak gitu.
Winy dengan Joy satu motor berboncengan, sedangkan Febri sendirian dengan motornya. Lalu Joy pun memulai pembicaraan ketika mereka bertiga sudah hampir sampai di tempat yang mereka tuju.
“Alay-alay banget ya orang zaman sekarang.” Kata Joy.
“Iya nih, mau makan di resto aja gayanya udah kayak mau ke pesta.” Tambah Winy sependapat dengan Joy.
“Kalian berdua sirik-sirik banget sih, biar aja lagi orang mau ngapain. Toh orang itu juga ngerasa nyaman dengan apa yang mereka pakai.” Febri mengusik pembicaraan kedua temannya dengan mengambil jalan tengah.
***
Akhirnya mereka bertiga sampai juga di TKP. Yaitu resto tempat mereka biasanya nongkrong. Langsung saja Winy, Joy, dan Febri mengambil tempat duduk mereka masing dan siap untuk memesan. Seperti biasanya Winy selalu memesan orange juice, dan Joy serta Febri memesan cappucino dingin.
“Kira-kira topik apa yang lagi seru saat ini kawan-kawan?” Febri memulai pembicaraan setelah memesan minuman.
“Rafi Ahmad kale.” Tegas Winy.
 “Gak ada yang lain apa Win? Memang dasar cewek gosip aja nomor satu.” Kata Joy menyangkal.
 “Jadi apa lagi dong? Mau bahas bola, intermilan versus juventus, gak banget ya.” Kata Winy sambil menyolot.
“Eh, udah dong. Lebih baik kita bahas tentang pelajaran kita aja, gimana?” Febry memilih jalan tengah.
“Loe kira kita mau khursus matematika apa di sini.” Serentak Winy dan Joy memberontak.
 “Emang ya kalian gak ada yang benar deh.” Kata Febry sambil tertawa. Winy dan Joy pun serentak tertawa pula.
Setelah mereka asyik ngobrol sana sini, jenaka, guyon, dan mulai obrolan dari A sampai Z, mulai dari musik, gosip, olahraga, sosial, politik, budaya, bahkan sampai juga ke mancanegara. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang, karna malam hampir tiba.
Joy dan Febri mengantar Winy pulang duluan ke rumahnya, sekaligus pamit dengan kedua orangtua Winy. The End lah perjalanan ketiga sahabat tersebut hari ini dengan go to the sleep.
***

Singkat cerita perjalanan, rajutan, ukiran, lukisan, banyak banget ya. Intinya kisah persahabatan mereka ini semakin erat. Bagai gula dan semut yang tak terpisah, sudah biasa gula dan semut, atau bagai perangko dan surat yang nempel terus, kata-kata itu juga sudah biasa. Terus apa lagi dong? Okelah, kita ibaratkan bagai kertas didalam buku, kalo gak ada kertas, maka tak terjadi buku, dan tak aka ada buku jika kertas juga tak ada.
Tapi, ternyata ada hal yang berbeda dari Febri yang tidak diketahui Winy dan Joy, dan Joy yang tidak diketahui Winy dan Febri. Apa coba? Bisa jawab gak?
Mereka bersahabat saling terbuka, tapi Joy dan Febri sama sekali tidak terbuka masalah perasaan mereka berdua yang sebenarnya sangat menyayangi dan mencintai Winy bukan hanya sebagai sahabat mereka dan juga bukan hanya sebagai saudara mereka. Melainkan lebih dari itu. Tetapi, mereka juga tidak ada yang mengetahuinya.
***


            Saat yang ditunggu Febri pun datang, yaitu saat yang tepat untuk menyatakan perasaannya pada Winy. Karna selama ini Febri selalu berusaha mengajak Winy untuk jalan hanya berduaan, tapi itu sulit terjadi, karna Winy selalu saja mengajak Joy untuk ikut pula, karna Joy adalah tetangga Winy, jadi mudah untuk mengajak Joy.
            Akhirnya saat yang dinantikan Febri tiba, karna Joy sedang tidak ada di rumah, melainkan Joy sedang pergi ke luar kota karna harus menjenguk salah satu saudara Joy yang baru saja kecelakaan.
            Febri pun pergi dengan Winy di malam yang begitu indah, sang bulan sedang menampakkan sinar yang begitu terang, begitu juga kerlap-kerlip bintang yang tak kalah ingin menerangi malam indah tersebut.
            Di jalan setapak akan sampai ke rumah Winy, tiba-tiba Febri menarik tangan Winy dengan perlahan dan menggengamnya dengan penuh kelembutan. Spontan Winy kaget, ada gerangan apakah sang sahabat ini.
            “Win, izinkan aku utarakan isi hatiku, selama kita bersahabat, selama kita bersama-sama. Di saat itu juga aku mengagumimu, aku mencintaimu tak sekedar sahabat saja tapi lebih dari itu. Aku ingin kamu mau jadi pacarku Win. Gimana?”
            Winy hanya terdiam, dan tertegun sambil menelan air ludah, bengong dan tahu apa-apa lagi. Tapi  Febri terus menatap mata Winy penuh dengan harapan.
            “Aku belum tau untuk menjawab semua ini Feb, aku benar-benar bingung, dan gak nyangka dengan semua ini. Aku kira kita hanya sekedar sahabat saja.”
            “ Iya Win, aku ngerti, tapi tolong ngertiin perasaanku selama ini, aku begitu lama memendam perasaan ini.” Tegas Febri.
            Setelah berpikir beberapa menit.
            “Iyalah Feb, aku mau jadi pacar kamu, kita jalani saja dulu, kita gak akan tahu jika kita tak mencobanya. Tapi, satu pintaku Feb, aku tak ingin jika suatu saat cinta tak menyatukan kita, aku ingin kebersamaan kita tetap ada dalam persahabatan.”
            “Jadi kamu mau Win jadi kekasih aku? Makasih banget, aku senang banget, malam ini bisa dapat bidadari cantik.” Kata Febri kegirangan.
 “Iya, iya, tapi gak usah lebay gitu deh Feb.”
            “Iya sayang, gak lebay kok” Febry berkata sambil memeluk Winy.
“Ih, Febri nakal deh, ya udah ayo kita pulang.” Kata Winy sambil menarik tangan Febri.
“ Iya permaisuri cantik.” Febri dan Winy akhirnya pulang.
***


            Febri merasa cowok paling beruntung di dunia, karna mendapatkan Winy yang begitu diidam-idamkannya. Sampai-sampai Febri tidur pun susah karna Febri masih saja kepikiran dengan Winy. “Rasanya pengen banget disamping Winy selalu, hmm” Febri terus bicara dalam hatinya.
            Seminggu tiba, Winy dan Febri terus bersama-sama. Jalan berdua, main berdua, makan di luar berdua, dan lain-lain deh. Sampai akhirnya Joy pulang dari luar kota, tetapi Joy belum tahu akan semua itu, Febri dan Winy mendiamkannya karna ingin memberitahu Joy secara langsung semacam surprise gitu deh.
            Tapi Joy juga ingin memberikan surprise kepada sahabat sekaligus tetangga tercinta tersebut yaitu Winy. Joy tiba pukul 7 malam di rumahnya, dan langsung tanpa basa-basi pergi menghampiri rumah Winy. Sebenarnya Joy ingin mengatakan isi hatinya terhadap Winy, dan juga Joy sudah sangat merindukan gadis pujaan hatinya tersebut.
            Tetapi, sungguh disayangkan, Winy tidah ada di rumahnya malam itu. Karna Winy dan Febri sedang pergi keluar. Sebenarnya mereka hanya di sekitar taman komplek saja sih keluar, tapi Joy tidak tahu.
Karna kecewa, Joy pun memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar komplek saja. Tanpa diduga Joy mendapati Winy dan Febri sedang bermesra-mesraan layaknya orang pacaran, ya memang mereka pacaran.
Joy pun mulai mendekat, saat Febri hampir mendekat menempelkan bibirnya ke pipi Winy.
“Febri” Joy memanggil dan datang mendekati mereeka dengan hati yang begitu panas.
“Hai Joy!” Kata Febri menyapa balik.
 “Kalian itu ngapain sih?” Joy menanya dengan nada tinggi.
“Joy, gue dan Winy pacaran, kita saling sayang Joy, kita sebenarnya mau bilang sama loe, tapi kita mutusin untuk nunggu loe pulang, biar surprise gitu.” Febri berusaha menjelaskan.
Surprise apaan Feb, loe gak tau ya apa yang selama ini gue rasain. Gue itu jatuh cinta sama Winy. Sumpah gue sakit hati banget malam ini, ternyata cewek yang gue cintai, pacaran dengan sahabat gue sendiri.” Joy berkata-kata dengan wajah yang begitu mengharukan.
“Joy maafin gue ya, gue udah salah, seharusnya dari awal gue gak nerima Febri, karna gue takut persahabatan kita akan hancur hanya karna cinta seperti ini.” Kata Winy dan langsung Winy pergi meninggalkan Febri dan Joy dengan rasa bersalah dan penyesalan dalam hatinya.
“Gue benci sama loe Feb, loe gak jujur sama gue.”
 “Kenapa gue mesti jujur sementara loe juga selama ini gak ada terbuka sama gue?”
 “Gue butuh waktu yang tepat untuk ungkapin semua itu Feb.”
 “Terus apa bedanya? Gue juga gitu, butuh waktu yang tepat, so what Joy?” Febri pun meninggalkan Joy dengan amarah, begitu juga Joy.
***

Selang waktu berlalu, mereka tak saling cakapan dan tak pernah ngumpul bareng lagi. Persahabatan yang selalu dibina tersebut luluh lantah hanya karna rasa cinta di antara mereka.
***

Febri pulang sekolah dengan sepeda motornya dan tiba-tiba melihat Winy dari kejauhan sedang menunggu angkot yang lewat. Febri cepat menghampiri dan mengajak Winy untuk ikut bersamanya, namun Winy terlihat menolak ajakan Febri tersebut.
“Win, kita harus ngomong, aku gak mau hubungan kita gantung seperti ini.”
“Sudahlah Feb, kita bersahabat saja seperti dulu.”
Plis, ngertiin aku Win, aku mohon.”
Dengan nada bicara Febri yang mengharukan, akhirnya Winy naik ke sepeda motor Febri. Di tengah perjalanan, mereka melihat sekumpulan kelompok orang sekitar 10 orang sedang memukuli seseorang, tapi tidak jelas siapa yang sedang dipukuli tersebut. Winy melihat sekitar dan tiba-tiba melihat bag yang seperti dia kenal, yaitu Joy’s bag.
Langsung saja Winy mendesak untuk turun. Febri pun cepat-cepat parking sepeda motornya dan langsung menghampiri Joy yang sudah terkapar. Joy memang terlihat angkuh dan terkenal sangat sombong di sekolahnya, hingga Joy mempunyai banyak musuh.
Febri langsung menolong Joy dengan ilmu bela diri yang pernah ia pelajari dulu sewaktu SMP. Hinggat tamatlah riwayat orang-orang yang hamper membunuh jiwa sahabatnya tersebut.
Joy langsung dilarikan ke rumah sakit dan dirawat secara intensif. Tapi apa daya, usaha segalanya sia-sia, karna Joy tidak berlangsung pulih. Tapi malahan sebaliknya. Ajal kematian hampir Joy rasakan. Di sela-sela nafas terakhirnya, Joy berkata,
 “Feb, jagain Winy ya, gue percaya sama loe, gue yakin rasa cinta loe terhadap Winy jauh lebih besar daripada cinta gue terhadap Winy. Karna Winy pantasnya buat loe, bukan gue.” Perkataan Joy yang secara terbata-bata membuat suasana haru duka semakin dalam. Sampai akhirnya Joy pun menutup matanya untuk selama-lamanya.
Winy tak henti-hentinya menangis, begitu juga Febri. Dalam hati Febri menyesal karna menurutnya dialah dalang utama yang telah merusak persahabatan mereka.
***


“Win, I love you.”
 “I love you too sayang.”
“Tumben manggil sayang Win?”
 “Kan pacar, emang gak boleh ya, asal gak lebay aja.” Winy melirik wajah Febri sambil tersenyum simpul.
“Maksudnya gue ini lebay Win? Kok matanya gak enak gitu sih?”
Winy pun tertawa sambil menarik tangan Febri sang kekasihnya itu, dan langsung mencium tangan Febri tanpa basa-basi sebagai bukti cinta tulusnya.
“Win, gue merasa Joy selalu ada disisi kita.”
“Tentulah Feb, dia itu orang paling angkuh dan paling mengasyikkan juga.”
“Bangga punya sabahat seperti dia Win.”
 “Apalagi gue Feb, sangat bangganya miliki Joy sebagai sahabat gue.”
“Kalau gue apa Win bangganya?”
“Hmm, apa ya? Gak ada tu Feb.”

“Oh, jadi gitu ya sekarang, awas loe ya Win. Febri tanpa pikir panjang langsung mengejar kekasih tercintanya tersebut yang sudah kabur duluan dari sampingnya.
“Win, tunggu” Febri berteriak. Dengan kemampuan yang Febri miliki, akhirnya Febri mendapati Winy dan langsung memeluknya.
“Jangan pernah pergi dari aku Win, aku kan selalu jagain kamu selamanya.”
“Iya Feb, selamanya, janji kan?”
 “Janji sayangku” Febri pun mencium keningnya Winy dengan penuh kasih sayang.
Persahabatan memang tak ada habisnya, dan dalam percintaan jangan pernah mengenal kata aku, kau dan dia. Tapi kenalilah kata kita, agar cinta kan menjadi kian sempurna. Kita bersama dan kita selamanya.

 by "Shiela"